Proses pencelupan warna batik selama ini lekat dengan stigma bahan kimia, namun tidak bagi batik buatan Sarwidi. Warga Jarum, Bayat Klaten ini mewarnai kain batiknya menggunakan bahan dari alam.
Diantaranya Kulit kayu mahoni untuk menghasilkan warna merah bata, buah jalawe untuk warna hijau, serta kayu tarum yang menghasilkan warna indigo.
Pada proses celup warna batik biasa, pekerja biasanya harus menggunakan sarung tangan plastik untuk melindungi kulit. Namun tidak bagi pekerja yang ada di bengkel kerja milik Sarwidi. Ketika Tribun Jogja menyambangi bagian pencelupan, tangan pekerjanya tidak menggunakan pelindung apapun.
"Ini aman, tidak usah memakai pelindung karet atau apapun, wong ini hanya rebusan kulit mahoni tanpa campuran apapun," jelasnya, Sabtu sore (13/9/2014), seperti dilansir Tribun News.
Bahkan sambil menunjukan bahan pewarna, ia menyesap rebusan kulit mahoni dan buah jalawe. Untuk menghasilkannya, diperlukan waktu perebusan minimal tiga hingga sembilan jam.
Setelahnya, hasil perebusan bisa digunakan berulang-ulang. Sementara untuk memunculkan warna, sebuah kain harus dicelup minimal sembilan hingga lima belas kali.
Awal mula usahanya dimulai pada 2006 silam. Dengan modal Rp 950 ribu, dan dibantu sang istri ia mulai menjajakan batik buatannya. Awal usahanya memang tidak gampang, menunggang sepeda ontel untuk memasarkan dagangannya ke Yogyakarta pernah ia lakoni.
Adapun harga batiknya dijual pada kisaran Rp 300ribu hingga Rp 2 juta.
Tidak ada komentar: