Jumat, 28 November 2014

Tips Merawat Batik Agar Tetap Cantik

Kain batik menyimpan begitu banyak hal yang patut dibanggakan. Pembuatan dan proses hingga terciptanya sebuah kain batik tidak mudah. Batik sendiri merupakan sebuah karya seni yang unik. Penting untuk merawat batik agar selalu cantik dan terawat. Dikutip dari Berita Batik, berikut tips dari desainer Edward Hutabarat untuk menjaga batik agar tetap cantik:

1. Jika ingin mencuci kain batik, siapkan empat ember. Isi ember pertama dengan air hangat yang sudah ditambahkan cairan pencuci kain batik khusus untuk mengeluarkan debu dan kotorannya. Jika kainnya antik, jangan pernah mengucek, tetapi kalau kain baru tak masalah. Hindari pencucian kain batik di dalam mesin cuci.

2. Bilas dengan air dingin pada ember kedua, ketiga, dan keempat.

3. Jangan diperas. Letakkan kain di dalam handuk kering. Tepuk-tepuk kain dengan handuk tersebut.

4. Untuk menjemur, gunakan pipa pralon atau batang bambu melintang agar kain tidak berlipat dan kehilangan bentuk. Jangan menarik kain hingga terlalu datar, biarkan bagian tengahnya mengerut sedikit.

5. Saat menjemur, pastikan tidak terkena paparan matahari langsung karena bisa merusak warnanya. Paling bagus adalah menjemurnya di bawah pohon rindang.

6. Saat menyetrika, gunakan kain paris di antara setrika dan kain untuk meredam panas. Gunakan seterika panas.

7. Untuk penyimpanan, lipat seperti melipat bendera, dengan bentuk memanjang sekitar 4 kali lipatan. Jepit kain dengan penjepit yang sudah diberikan spons agar kain tidak terluka. Simpan dengan posisi tergantung. Untuk batik yang sudah berbentuk busana, berikan spons pada hanger supaya kainnya tidak berubah bentuk.

8. Siapkan kain tile kecil, buat kantong berisi lada putih, letakkan di sudut-sudut lemari untuk mengusir ngengat. Jangan gunakan kapur barus karena terlalu keras.

9. Hindari penyemprotan parfum ke kain batik. Setiap tiga bulan sekali, keluarkan dari kain batik dari lemari untuk diangin-anginkan.

Demikian tips merawat batik agar tetap cantik, semoga bermanfaat.
[Continue Reading]

Pesona Batik Pekalongan

Bagi masyarakat Pekalongan, batik diasosiasikan berasal dari kata ”amba” dan ”titik”. Amba, tuh artinya luasnya kain yang akan dibatik, sedangkan titik sendiri mempunyai arti titik-titik dan garis-garis yang membentuk corak.

Sejak kapan batik ada di Pekalongan, masih simpang siur. Soalnya, kita menerimanya secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Batik mulanya merupakan benda eksklusif, hanya dipakai kalangan kerajaan dan kerabatnya. Baru pada masa Pangeran Diponegoro saat peperangan, batik mulai memasyarakat. Konon, karena para pengawal memakai dan membawa batik serta memperdagangkannya.

Dikutip dari Berita Batik, corak batik umumnya dibagi menjadi dua, yakni batik pedalaman dan pesisiran. Contoh batik pedalaman adalah seperti di Yogyakarta dan Solo, sedangkan batik pesisiran contohnya di pantura, ya Pekalongan ini misalnya.

Batik pesisiran bisa dibilang lebih ”menyala”. Mengapa? Karena memiliki warna cerah terkait daerah asalnya di pantai. Jadi lebih lekat dengan alam warna-warni.

Batik pedalaman mempunyai warna-warna gelap dengan corak pakem seperti coklat dan hitam. Saat ini, batik pesisiran banyak dicari, terutama anak-anak muda yang suka warna cerah.

Ternyata, motif batik udah ada yang berumur ratusan tahun. Buktinya, salah satu motif udah ada sekitar tahun 1800-1900, bahkan udah pernah nyampe ke Eropa. Motif yang diangkat adalah motif dongeng rakyat Eropa, misalnya Cinderella dan Putri Salju.

Batik pesisiran suka mengadopsi budaya lain, itu karena di pesisir pertemuan dengan dunia luar lebih sering terjadi. Hal ini menjadikan batik pesisiran berkembang lebih dinamis.

Batik ini mempunyai motif beragam, seperti garis-garis yang menyerupai buah-buahan atau flora. Ada juga batik pesisiran yang memadukan beberapa motif seperti jlamprang dengan buketan.

Batik pedalaman tak begitu dinamis. Jadi maklum kalau motifnya itu-itu saja, seperti parang, udan liris, dan sekar jagad. Peminat batik pedalaman kebanyakan kalangan orang tua.

Proses pembuatan

Dilihat dari proses pembuatannya , batik bisa dibedakan dalam dua macam, yaitu batik tradisional dan batik modern. Batik tradisional adalah batik yang pembuatannya dengan menggunakan malam (lilin batik), misalnya batik tulis dan cap.

Pembuatan batik tradisional melalui beberapa tahapan dan proses panjang yang memakan waktu dan harus sabar. Seorang perajin hanya menghasilkan 5-10 batik per bulannya.

Batik tulis terutama diburu kalangan orang tua dan kolektor, baik dalam negeri maupun mancanegara. Mereka rela merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapatkan batik tulis yang harganya ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Adapun batik modern adalah batik yang dibuat dengan teknik printing (sablon, cetak) yang biasanya dihasilkan perusahaan besar. Jadi, kainnya hanya disablon dengan menggunakan motif batik.

Soal definisi batik, batik printing sebenarnya bukan batik karena proses membuatnya tak memenuhi kriteria. Batik itu bukan soal motif, tetapi juga proses membuatnya. Jadi, printing itu hanya tekstil yang bercorak batik, bukan batik.

Meski demikian, peminat tekstil bercorak batik ini justru paling banyak karena harganya murah.

Kota Batik

Mau tau kenapa Pekalongan terkenal sebagai Kota Batik? Ya…itu karena di Pekalongan sebagian besar masyarakatnya menjadikan batik sebagai sumber penghasilan, baik menjadi pengusaha batik, pedagang batik, maupun perajin batik.

Para pengusaha batik di kota ini memiliki ciri khas masing-masing dalam memproduksi batiknya. Hal ini dilakukan agar mereka mampu bertahan dari persaingan pasar.

Banyak kendala yang dihadapi, seperti sulitnya mengimbangi harga bahan baku. Konversi minyak tanah ke gas juga membuat perajin kecil kelimpungan karena harus menyesuaikan diri ke tradisi kompor gas yang mahal.

Problem lainnya adalah soal modal. Industri batik rumahan sulit mengakses lembaga permodalan karena kebanyakan mereka benar-benar rumah tangga biasa yang pas-pasan keuangannya.

Meskipun demikian, Pekalongan tetap eksis dan kreatif. Buktinya, motif-motif baru selalu bermunculan yang selain bagus dan beragam, juga menarik minat pelanggan segala umur.

Mereka ada yang bereksperimen dengan mengombinasikan batik tulis dengan printing atau batik printing dengan cat. Ada juga yang berinovasi dengan bermain warna.

Mereka jagoan dalam menciptakan warna-warna yang berani, tetapi tetap indah. Dijamin enggak nyesel kalau kalian mampir ke Pekalongan!
[Continue Reading]

Mengenal Canting Batik

Canting batik merupakan alat untuk membuat batik tulis. Hanya dengan cantinglah, batik bisa ditulis. Sedangkan untuk batik cap, menggunakan alat yang berbeda. Namun, semuanya sama, alat untuk membatik.

Siapa yang tak mengenal batik. Kain tradisional yang merupakan warisan turun-temurun semenjak jaman nenek moyang ini merupakan salah satu kebanggaan yang dimiliki oleh Indonesia. Namun, jika berbicara batik, sebagian dari kita terkadang melupakan salah satu unsur penting di dalam pembuatannya. Ya, dalam pembuatan batik tulis, sebuah alat bernama canting memiliki peranan utama sehingga ragam lukisan batik dapat dinikmati dan memiliki nilai seni tinggi.

Canting batik berasal dari bahasa Jawa yang berarti alat untuk melukis batik. Ia adalah alat yang digunakan untuk membuat bahan tulis pada batik. Mudahnya, canting adalah semacam kuas yang digunakan dalam melukis batik. Adapun canting batik sendiri umumnya terbuat dari tembaga dengan pegangan yang terbuat dari bambu dengan bobot ringan. Pada bagian ujung tembaga, terdapat apa yang dinamakan cucuk. Cucuk ini adalah mata pena tempat keluarnya cairan lilin yang digunakan untuk melukis.

Lalu, mengapa para pembatik kerap meniup-niup ujung cucuk ketika sedang bekerja? Ini dimaksudkan agar cairan lilin yang digunakan menjadi dingin sehingga ia dapat lebih lancer keluar. Selain cucuk, dalam canting terdapat pula bagian yang dinamakan nyamplung. Nyamplung terdapat pada bagian tengah canting dan berbentuk oval. Ia memiliki fungsi sebagai penampung cairan lilin yang digunakan.

Nah, adakah yang tahu bahwa sebenarnya canting sendiri memiliki beberapa jenis. Berdasarkan fungsinya, canting batik dibagi menjadi canting rengreng dan canting isen. Rengreng memiliki cucuk tunggal dengan diameter tidak terlalu besar. Fungsinya adalah membuat pola pertama pada kain batik yang hendak dibuat. Sedangkan isen digunakan untuk mengisi bidang alias mengisi pola. Cucuk pada isen ada yang tunggal maupun rangkap.

Di samping itu, ada pula canting yang dibedakan berdasarkan banyaknya cucuk. Ada canting cecekan yang bermata tunggal dan berfungsi membuat titik-titik pada batik. Ada pula canting loron yang bermata dua dan berfungsi untuk membuat garis rangkap. Berturut-turut setelahnya adalah canting telon bermata tiga untuk membuat pola segitiga,  canting prapatan bermata empat untuk membuat pola segi empat, canting liman dengan mata canting yang membentuk lingkaran, canting byok yang bermata ganjil untuk membuat lingkaran, dan canting galaran yang memiliki mata berderet dari atas ke bawah.

Berbicara mengenai canting tentu tak ada habisnya. Bahkan ada pula canting yang dibedakan berdasarkan ukurannya. Tentu saja masing-masing ukuran yang dimilikinya tersebut memiliki fungsi-fungsi tersendiri. Pertanyaannya, sebegitu rumitkah tetek bengek percantingan yang dimiliki batik? Jawabannya bisa iya atau tidak. Satu hal yang pasti, segala peralatan yang terlihat banyak tersebut membuktikan betapa seni batik bukanlah seni remeh. Ia, jika ditelaah secara mendalam, memiliki kedalaman dan teknik yang cukup trenggina.

Demikian info menarik tentang canting batik. Semoga bermanfaat.
[Continue Reading]

Cikal Bakal Batik China Peranakan

Perjalanan batik di Kota Pekalongan tak bisa dilepaskan dari pengaruh budaya Eropa, China, dan Arab. Dulu, orang-orang China datang ke Pekalongan sebagai pedagang dan melihat peluang yang besar untuk berbisnis batik. Mereka lalu menikahi orang-orang lokal (keturunannya kemudian disebut sebagai China peranakan), dan kelak menjadi kelompok pembuat batik yang paling sukses.

Dikutip dari Berita Batik, salah satu nama yang populer sebagai cikal bakal batik China peranakan di Pekalongan adalah Oey Kiem Boen. Batik China Peranakan ini masih bertahan hingga sekarang, membuktikan bahwa keluarga ini bertekad untuk terus melestarikan batik China peranakan. Pusat pembuatan batiknya menggunakan nama Liem Ping Wie, yang merupakan keturunannya yang ketiga. Kini, Rumah Batik Liem Ping Wie dikelola oleh putri keenamnya, atau keturunan keempat Oey Kiem Boen, yaitu Liem Poo Hien.

Mengamati koleksi rumah batik Liem Ping Wie akan terasa betul pengaruh China yang dulu dibawa dari negara tersebut. Motif-motifnya kebanyakan berupa gambar burung, ikan, dan kupu-kupu. Namun, motif bunga, yang merupakan motif khas batik pekalongan dan dipengaruhi oleh orang-orang Eropa, juga tetap terlihat dalam koleksi mereka. Flora dan fauna lalu menjadi salah satu bentuk motif yang baru.

Liem Ping Wie juga memproduksi apa yang disebut sebagai batik Hokokai. Ciri khas Hokokai ada pada konsep pagi dan sore, yaitu satu kain yang menampilkan dua warna (atau dua motif), gelap dan terang. Karya batik Hokokai ini menyimpan cerita yang menarik.

“Dulu, waktu zaman perang (pendudukan tentara Jepang), orang kan pada takut keluar rumah. Mereka tidak bisa membeli bahan (katun) dan alat untuk membatik. Karena enggak ada kerjaan, akhirnya mereka menggunakan bahan yang sudah ada, dan menghabiskan waktu dengan membatik. Mereka memenuhi seluruh kain dengan gambar batik. Anda lihat kan, motif batik ini penuh menutupi kain,” ungkap Liem Poo Hien, saat menemani wartawan yang berkunjung ke rumah batiknya atas undangan PT Kao Indonesia, di kawasan Kedungwuni, Pekalongan, Jumat (17/12/2010).

Jadi sebenarnya, selembar kain yang menampilkan dua warna itu karena pembatik harus menghemat bahan. Pagi hari, kaum ibu petani menggunakan sisi kain yang berwarna terang. Untuk acara sore hari, digunakan sisi kain yang berwarna gelap. Bila ingin dikenakan sebagai sarung, kain dipakai secara horisontal. Untuk kain panjang atau jarik, kain dikenakan secara vertikal. Kekosongan bahan katun ternyata bisa “memaksa” para pembatik untuk kreatif dan justru menghasilkan batik yang sangat berkualitas. Siapa sangka, tekanan keadaan justru melahirkan satu aliran batik tersendiri, bukan?

Ketika itu, kain-kain batik produksi mereka juga hanya dikenakan sendiri, untuk hantaran, atau perkawinan. Tetapi sekarang, batik tulis China peranakan menjadi produk budaya yang nilainya jutaan rupiah. Batik yang lama pengerjaannya mencapai delapan bulan ini (karena motif tanahannya yang sangat halus dan detail, dan dikerjakan pada kedua sisi kain) bisa dihargai hingga jutaan rupiah.

Nama besar Liem Ping Wie juga menyebabkan pelanggannya tak hanya datang dari Indonesia, tetapi juga Jepang dan Singapura. Mereka datang langsung ke rumah batik Kedungwuni ini jika ingin membeli batik. Hingga sekarang, Liem Ping Wie tidak membuka toko.

Namun, Hien menolak menerima orderan dari pelanggan di Jepang atau Singapura karena umumnya mereka hanya memberikan uang muka saat memesan. Padahal, proses pembuatan batik sangat rumit dan membutuhkan waktu berbulan-bulan. Hien tentunya juga membutuhkan dana untuk biaya operasional dan menggaji karyawan secara mingguan.

“Sekarang, kalau memang butuh, pelanggan datang saja mengambil stok yang ada. Seperti tadi, kan, ada tamu dari Jepang yang datang. Mereka terima jadi aja,” tutur Hien yang kini bekerja sama dengan Edward Hutabarat untuk memproduksi batik dengan desain dari desainer tersebut.

Untuk menghidupi diri dan karyawannya, Hien juga memproduksi batik cap yang pengerjaannya lebih cepat, dan cepat pula lakunya. “Kalau saya mengerjakan pesanan semua, saya bisa sinting,” katanya terkekeh.
[Continue Reading]

Galeri Batik di Museum Tekstil Jakarta

Galeri Batik yang diresmikan pada tanggal 2 Oktober 2010 merupakan langkah awal dalam mewujudkan keinginan untuk memiliki Museum Batik di Jakarta, sebagai pintu gerbang Indonesia.

Galeri Batik, yang menempati gedung tekstil kontemporer - Museum Tekstil Jakarta ini merupakan embrio dari Museum Batik, yang sudah menjadi rencana dan program Yayasan Batik Indonesia - YBI, sejak berdirinya pada tahun 1994.

Dikutip dari Batik Indonesia, dengan telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia, dan ditetapkannya tanggal 2 Oktober sebagai hari batik nasional pada tahun 2009 yang lalu, desakan akan adanya Museum Batik di Jakarta sudah semakin besar. Maka atas pengertian dan perhatian Pemda DKI, dalam hal ini Dinas PAriwisata dan kebudayaan serta UPT Museum Tekstil Jakarta, telah disepakati kerjasama dengan YBI untuk memanfaatkan gedung Galeri Tekstil Kontemporer - Museum Tekstil Jakarta menjadi Galeri Batik.

Galeri Batik menempati sebuah gedung dengan luas 405 m2, yang terdiri dari 9 ruangan, dimana akan diperagakan batik - batik dari seluruh nusantara secara permanen. Batik yang merupakan hasil karya kreatif bangsa Indonesia, yang sudah turun berlangsung turun temurun.

Lahirnya Galeri Batik ini, tidak terlepas dari partisipasi para pecinta dan pemerhati batik. Koleksi Batik YBI yang akan menjadi modal utama museum ini berasal dari upaya pengumpulan oleh YBI, serta sumbangan dari pihak - pihak yang peduli akan keberadaan museum batik, antara lain Bapak Satoso Dullah, Paguyuban Sekar Jagad Yogyakarta, Ibu Haryanto Dhanutirto, Ibu Sintowati S. Wironagoro, Ibu Asmoro Damais, Ibu Satuti Yamin, dan para pengurus Yayasan Batik Indonesia. Dinamika perbatikan di tanah air diharapkan dapat terserap dan menjadi acuan Galeri Batik di kemudian hari. Oleh karenanya kami terus mengharapkan partisipasi pemerintah dan seluruh stakeholders perbatikan nasional, agar dikemudian hari cita - cita kita bersama, yaitu memiliki Museum Batik dapat terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama

Keberadaan Galeri Batik ini yang merupakan embrio Museum Batik diharapkan dapat memberikan kebanggan bagi masyarakat Indonesia, dan menjadi salah satu pusat informasi perbatikan, dan menjadi tujuan wisata budaya.
[Continue Reading]
Powered By Blogger · Designed By Blogger Templates